MASJID BESAR BAITURRAHMAN BANDA ACEH
Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, merupakan Masjid yang memiliki lembaran sejarah tersendiri, yang kini merupakan Masjid Negara yang berada di jantung kota Propinsi Aceh. Masjid Raya Baiturrahman merupakan salah satu masjid termegah di Asia Tenggara. Masjid Raya Baiturrahman ini berada di pusat kota Banda Aceh yang bersebelahan dengan pasar tradisional Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, Indonesia. Masjid Raya Baiturrahman menempati area kurang lebih empat hektar ini berarsitektur indah dan unik, memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2, dan dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah. Di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh di atasnya.
Masjid
Raya Baiturrahman ini pertama kali dibangun oleh pemerintahan Sultan Iskandar
Muda. Dilihat dari sejarah, Masjid Raya Baiturrahman ini mempunyai nilai yang
tinggi bagi rakyat Aceh, karena sejak Sultan Iskandar Muda sampai sekarang
masih berdiri megah di tengah jantung kota Banda Aceh. Masjid Raya Baiturrahman
ini mempunyai berbagai fungsi selain shalat, yaitu tempat mengadakan pengajian,
perhelatan acara keagamaan seperti maulid Nabi Besar Muhammad SAW, peringatan 1
Muharram, Musabaqah Tilawatil Qur’an, tempat berteduh bagi warga kota serta
para pendatang, dan Masjid Raya Baiturrahman ini menjadi salah satu obyek
wisata Islami.
ercaya
tidak percaya, hanya bagian pagar dari Masjid Raya Baiturrahman saja yang rusak
akibat terpaan arus air. Sedangkan masjid sama sekali tidak rusak. Memang, hal
ini sulit dibayangkan dengan logika. Tapi jika sudah kuasa Tuhan, apapun yang
tidak mungkin bisa saja terjadi.
Ridwan pun mengenang peristiwa dahsyat itu. Menurutnya, saat itu air menghempas kencang dan menewaskan banyak korban jiwa. Di pekarangan masjid saja ada banyak mayat yang terhampar. Menururut Ridwan ada setidaknya 200 mayat yang dikubur dalam satu hari.
Sejak saat itu, kisah masjid Raya Baiturrahman yang tak hancur dihempas tsunami terdengar kemana-mana. Traveler pun bisa datang ke masjid ini dan melihatnya dari dekat.
Selain kisah tsunami, Masjid Raya Baiturrahman rupanya juga kental dengan sejarah Aceh. Di sinilah, kita dapat mempelajari sejarah-sejarah tentang Aceh dan budaya ala Serambi Makkah.
Proses pengengerjaan pun tengah berlangsung di bagian pelataran masjid yang dahulunya adalah taman. Selain dilakukan pemasangan fondasi untuk payung, nantinya di bagian bawah pelataran masjid akan dibangun ruang parkir bawah tanah untuk kendaraan.
Saat ini pengunjung hanya dapat melihat keindahan masjid. Sedangkan taman yang dulu dijadikan tempat berteduh kini masuk dalam tahap pengerjaan. Area itupun dipagar. Apabila semua lancar, pemasangan payung ditargetkan untuk selesai pada bulan November mendatang.
Masjid
Raya Baiturrahman Banda Aceh, merupakan Masjid yang memiliki lembaran sejarah
tersendiri, yang kini merupakan Masjid Negara yang berada di jantung kota
Propinsi Nanggro Aceh Darussalam. Nama Masjid Raya Baiturrahman ini berasal
dari nama Masjid Raya yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1022 H/1612
M. Mesjid raya ini memang pertama kali dibangun oleh pemerintahan Sultan
Iskandar Muda, namun telah terbakar habis pada agresi tentara
Belanda kedua pada bulan shafar 1290/April 1873 M, dimana dalam
peristiwa tersebut tewas Mayjen Khohler yang kemudian diabadikan tempat
tertembaknya pada sebuah monument kecil dibawah pohon ketapang/geulumpang dekat
pintu masuk sebelah utara mesjid.
Empat
tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar
1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka
Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya
Baiturrahman yang telah terbakar itu. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan
permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana
disimpulakan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang
100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander
selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13
Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh
Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali
pada tahun 1299 Hijriyah bersamaan dengan kubahnya hanya sebuah saja.
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah. Dan pada tahun 1975 M terjadinya perluasan kembali. Perluasan ini bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Dengan perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dekerjakan dalam tahun 1967 M. Dalam rangka menyambut Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Nasional ke-XII pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya diperindah dengan pelataran, pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangan Masjid Raya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhuk dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayat Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta intalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Dan pada
tahun 1991 M, dimasa Gubernur Ibrahim Hasan terjadi perluasan kembali yang
meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid
yang diperluas,meliputi penambahan dua kubah, bagian lantai masjid tempat
shalat, ruang perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan ruang
tempat wudhuk, dan 6 lokal sekolah. Sedangkan. perluasan halaman meliputi,
taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama dan dua buah minaret.
Dilihat
dari sejarah, Masjid Raya Baiturrahman ini mempunyai nilai yang tinggi bagi
rakyat Aceh, karena sejak Sultan Iskandar Muda sampai sekarang masih berdiri
megah di tengah jantung kota Banda Aceh. Mesjid Raya ini mempunyai berbagai
fungsi selain shalat, yaitu tempat mengadakan pengajian, perhelatan acara
keagamaan seperti maulid Nabi Besar Muhammad SAW, peringatan 1 Muharram,
Musabaqah Tilawatil Qur’an.
No comments:
Post a Comment